“MUTIARA TANPA CELA”
            Seperti malam biasanya. Pak Rahmad selalu mengisi malamnya dengan bermunajah pada Rabbnya. Bibirnya basah dengan bacaan dzikir. Seketika bibirnya yang komat-kamit terhenti saat gendang telinganya mendengar derap langkah kaki. Diintipnya sumber suara itu dari pintu kamarnya. Terlihat sosok laki-laki tinggi besar yang sibuk memincingkan matanya ke kanan dan ke kiri untuk memastikan keadaan aman. Mengetahui kondisi tersebut, pak Rahmad menyadari bahwa pemuda itu hendak mencuri di rumahnya. ”Ya ALLAH,,, tidak ada yang bisa dicuri di rumahku. Jika memang mencuri adalah profesinya, tolong berikan hidayahMU padanya ya Rabb !!” ucap pak Rahmat sembari beranjak menuju ketempat tidurnya. Meskipun matanya masih enggan mengatup, ia paksa mata sipitnya untuk berpura-pura tidur. Memberikan kesempatan pada pemuda asing itu mencuri di rumahnya. Pemuda itu hanya celingukan mencari barang yang bisa dicuri. Sampai matanya tertuju pada sebuah peti dengan ukiran-ukiran arab yang indah dengan warna kuning keemasan. Diambilnya peti itu seraya matanya waspada dengan keadaan sekitar. Senyum puas menghiasi wajahnya. Bergegas ia langkahkan kakinya meninggalkan rumah pak Rahmat.
*****
            Udara pagi yang sejuk menambah kesegaran panorama alam. Mentari masih enggan menampakkan sinarnya. Di sebuah rumah kecil terlihat seorang pemuda menenteng peti berwarna kuning keemasan. Tak salah lagi, pemuda itu adalah pencuri yang menyusup ke rumah pak Rahmat semalam. Pemuda yang kerap di paggil Jaka itu sudah tak sabar membuka peti kecil yang diperolehnya. Matanya terbelalak melihat apa yang ada didalam peti curiannya. Hanya tumpukan kitab-kitab kuning yang ditemukannya. Hatinya menggerutu. Dikutukinya dirinya. Ia berniat membuang kitabnya. Tapi hati kecilnya enggan melakukannya. Dengan langkah malas dia beranjak menuju almari dekat ruang tamunya. Ditatanya kitab-kitab itu dialmarinya.
“Subhanallah,,, “ ucap tetangganya yang kebetulan niat bertamu kerumah jaka yang takjub.
“kenapa pak Firman?” Tanya jaka heran.
“Tak disangka mas Jaka ini pernah nyantri juga ya!!”
“Hehehe,,iya pak saya tidak mau orang-orang kampung tau saja kalau saya ini dulu pernah nyantri. Yang penting bagi saya adalah ilmu yang saya dapatkan bisa manfaat”
“Lho justru itu mas Jaka kenapa tidak mengamalkan ilmu di kampung ini. Misalnya dengan membantu mengajar diniyah atau mengisi ceramah mingguan di masjid.”
“Iya insya ALLAH pak,,”ucap jaka sembari tersenyum
“oya mas Jaka saya kesini tadi berniat mengundang mas Jaka diacara kawinan anak saya. Kalau mas Jaka tidak sibuk tolong hadir juga diacara khatamannya”
“Iya insya ALLAH pak,,” hati jaga miris dengan kebohongan yang telah diucapkannya. Jangankan khataman al-qur’an. Membaca tulisan arab saja dia belum bisa. Dia bingung apa yang harus dilakukannya.
*****
            Berita tentang Jaka telah menyebar dikampungnya. Hingga banyak orang-orang kampung dan tetangga desanya yang berbondong-bondong datang kerumahnya. Namanya sangat dikenal. Hingga semua orang memanggilnya ustad. Dirinya begitu disegani oleh warga desanya. Tapi ada yang aneh darinya. Tiap kali orang datang kerumahnya minta solusi apapun Jaka selalu menyuruhnya untuk menulis segala macam keluh-kesah mereka, dengan alas an dia sangat sibuk. Beruntung semua orang menurut. Tak ada diantara mereka yang berperasangka buruk padanya. Hal itu membuat hati Jaka semakin resah. Bingung dengan apa yang harus diperbuatnya. Tiap kali ada yang bertanya tentang apapun itu membuat Jaka terpaksa sowan ke rumah kiyai-kiyai tersohor di daerahnya. Dengan menyerahkan kertas-kertas pertanyaan dan permintaan solusi dari warga desanya. Hal tersebut terus berlangsung hingga tiap hari semakin bertambah orang-orang yang datang ke rumahnya. Dengan terpaksa Jaka lebih sering sowan ke rumah pak kiyai. Dia juga terpaksa belajar sholat dan mengaji dari salah seorag kiai yang sering disowaninya. Saking seringnya sowan ke rumah pak yai, berbagai petuah tanpa sengaja mulai dihafalnya.
            Berawal dari sebuah keterpaksaan menjadi sebuah kebiasaan. Itulah yang saat ini dirasakan oleh Jaka. Sering ia kunjungi rumah-rumah kiai yang telah banyak berbagi ilmu dengannya. Bahkan ada salah seorang kiai yang sudah dianggap seperti keluarganya sendiri. Seorang kiai yang kerap disapa dengan sebutan kiai Fatih itu seorang ulama besar didaerahnya. Hal tersebut membuat Jaka berniat mengabdikan dirinya.
“Jaka !!” kiai Fatih disela-sela obrolannya dengan Jaka. Berawal dari seringnya Jaka sowan, belajar sholat dan mengaji di kediaman kiai Fatih, membuat kedekatan mereka bertambah erat.
“Iya pak yai”
“Sepertinya sudah waktunya kamu untuk menikah dan mengelola pondok pesantren”ucap pak kiai fatih to the poin tanpa ba bi bu ke Jaka.
“Ehmm,,,eh eeehmm,, anu pak yai anu,, itu saya merasa belum siap”jawab Jaka gugup.
“Jangan menunda sunah Rosul  kalau kamu memang sudah waktunya. Kalau masalah ekonomi jangan di jadikan beban.”
“Bukan begitu pak kiai. Saya meras belum pantas untuk memimpin pondok pesantren. Selain itu saya juga belum bisa menjadi imam yang baik untuk istri saya. Ditambah lagi siapa yang mau sama saya pak yai?”
“Kalau kamu bersedia saya niat menikahkan anakku Intan Nur Salsabila denganmu” Jaka hanya bungkam. Bahagia tapi sedih. Dia meresa kerdil jika harus bersanding dengan farida. Seorang wanita soleha yang hafizh qur’an. Sedangkan dia adalah mantan maling yang dianggap ustad oleh warga desannya. Belajar sholat dan mengaji karena terpaksa gara-gara semua orang menganggap dia seorang ustad. Tak seimbang rasanya jika wanita sebaik farida mendapatkan seorang suami sepertinya.
“Jaka”panggil pak kiai melenyapkan fikiran Jaka yang melayang tanpa arah.
“Iya pak kiai,, Tapi apakah saya pantas bersanding dengan putri pak kiai. Saya merasa tidak pantas pak yai. Ditambah lagi untuk memimpin poondok pesantren. Ilmu saya masih cetek dan seorang mantan preman seperti saya apa pantas pak yai menjadi pemimpin pondok pesantren.”
“Dengar ya Jaka,,, tidak ada manusia yang sempurna. Semua orang pasti memiliki masalalu dalam hidupnya. Semua tergantung dari mereka ingin tetap dengan masalalunya atau ingin merubah masa depannya dengan memperbaiki kesalahannya dimasalalu. Kita ini keturunan orang yang salah. Masalah mampu atau tidak semua itu butuh proses. Jadi jangan pernah kamu merasa dirimu itu rendah. Teruslah belajar menjadi lebih baik. Aku tidak memaksamu. Fikirkanlah dulu.”
“Iya pak kiai” senyum manis mengembang diantara keduanya. Suasana kembali mencair ketika Jaka mulai bertanya a,i,u tentang kisah-kisah islami. Sesekali tawa meledak diantara keduannya.
*****
            Bintang-bintang malam mulai bertengger dalam bentangan awan hitam. Rembulan tampak begitu sempurna. Angin-angin malam menggoyangkan ranting-ranting kekokohan. Dingin mulai menelusup celah-celah kediaman penghuni alam. Tampak seorang pemuda tertunduk pasrah dalam renungan-renungan kisah masalalunya. Ia tengadahkan tangannya. Penuh penyesalan atas segala kelalaiannya. Hatinya terluka bila kisahnya menjelma bayang-bayang keburukan perangainya. Fikirannya khusyuk menulusuri kisah-kisah hidupnya. Untaian-untaian do’a pembersih dosa ia lantunkan. Butiran-butiran air mata membasahi kedua pipinya. Usai bermunajah ia ulurkan tangannya sembari mengecup kening istrinya. Jaka tersenyum bahagia melihat balasan senyum isrinya sehingga menampakkan kedua lesung pipinya.
“Mas Jaka sibuk apa tidak?”
“Ada apa ya habibati ?”
“Boleh adek minta tolong mas?’’
“Apapun yang bisa kulakukan akan ku penuhi segala pintamu ya hibabati”goda Jaka sembari mengusap lembut kedua pipi istrinya. Farida hanya tersenyum geli mendengar rayuan suaminya. Dia beranjak dari duduknya dan mengambil mushaf kecil diatas almarinya.
“Adek ingin memuroja’ah hafalan adek mas,,”diulurkannya mushaf kecil itu kepada suaminya. Jaka tersenyum. Hatinya berkali-kali mengucap syukur pada Rabbnya yang telah memberikan banyak kebahagiaan padanya. Terutama istri sholehah. Merupakan hadiar terindah dan terbesar untuknya. Wanita yang dengan ikhlas menerimanya dengan masalalu buruknya. Hatinya bagai mutiara. Seorang wanita bagai mutiara dalam karang di dasar lautan. Dimana semua orang tak mampu menjangkaunya. Ia begitu terjaga maruahnya. Tutur katanya yang selalu menentramkan hati yang pendengarnya. Kerap kali Jaka menyinggung masalalu buruknya dan mengatakan bahwa wanita yang baik seharusnya mendapatkan pria yang baik pula. Namun tiap kali Jaka mengucapkan itu istrinya selalu menjawab bahwa dialah yang terbaik untuknya karena ALLAH SWT tahu yang  mana yang terbaik untuknya. Benar-benar mebuat Jaka tak henti mengucap syukur. Baginya istrinya bagaikan mutiara tanpa cela.

with my partner Faddilatusolikah